Patut Dipertanyakan, Potensi Pajak MBLB Langkat Tak Sebanding dengan PAD

Pada Undang Undang (UU) Nomor 1 Tahun 2022 disebutkan pada paragraf 13 Pajak MBLB Pasal 71 ayat 2 menyebutkan bahwa : Yang dikecualikan dari objek Pajak MBLB sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi pengambilan MBLB: a. untuk keperluan rumah tangga dan tidak diperjualbelikan/ dipindah tangankan; b. untuk keperluan pemancangan tiang listrik/telepon, penanaman kabel, penanaman pipa, dan sejenisnya yang tidak mengubah fungsi permukaan tanah; dan c. untuk keperluan lainnya yang ditetapkan dengan Perda.
Maka dapat kita katakan bahwa pengambilan MBLB dapat dikenakan pajak apabila jika MBLB itu diambil untuk diperjual belikan atau dipindah tangankan dengan maksud memperoleh keuntungan.
Lantas, masih pada UU yang sama pada pasal 72 pada ayat 1 dan 2 dikatakan bahwa Subjek Pajak dan wajib MBLB adalah orang pribadi atau Badan yang mengambil MBLB. Hal ini dapat ditafsirkan bahwa subjek pajak dan wajib pajak adalah orang pribadi atau badan yang melakukan kegiatan mengambil dan memanfaatkan Mineral Bukan Logam dam Batuan untuk diperdagangkan guna mendapatkan keuntungan finansial.
Berdasarkan UU tersebut, dapatlah kita mengambil kesimpulan bahwa wajib pajak MBLB adalah orang secara pribadi atau badan yang melakukan pengambilan atau eksplorasi objek pajak bukan konsumen baik orang pribadi atau badan yang membeli MBLB tersebut.
Adapun mekanisme pembayaran pajak Galian C atau MBLB, sesuai dengan Perda Langkat Nomor 1 tahun 2011 adalah dengan sistem pemungutan Self Assesment System adalah Wajib Pajak menghitung sendiri kewajibannya untuk kemudian dilaporkan kepada Bapenda, selanjutnya membayar sendiri ke Bank guna menghindari kebocoran dan praktek-praktek yang bertentangan dengan peraturan dan perundangan yang merugikan keuangan daerah. Jadi pajak tersebut tidak disetorkan ke perorangan melainkan oleh wajib pajak itu sendiri ke kas daerah melalui Bank yang ditunjuk oleh pemerintah daerah.
Maka menjadi aneh jika ada pungutan pajak yang mana objek pajaknya merupakan jenis pajak yang dibayar sendiri oleh wajib pajak sesuai dengan yang tercantum pada pasal 58 ayat 4 tentang Tata Cara Pemungutan Pajak, selain itu Pemungutan pajak dilarang diborongkan Pasal 58 ayat 1 Perda Langkat Nomor 1 tahun 2011.
Hal ini seharusnya menjadi catatan penting bagi Plt. Buapti Langkat, jika memang benar-benar upaya yang dilakukan adalah sebagai upaya peningkatan PAD Kabupaten Langkat yang memang masih dikatakan jauh dari potensi PAD yang dimiliki Kabupaten Langkat.
Praktek pemungutan pajak yang dilakukan oleh Badan Pendapatan Daerah Kabupaten Langkat yang memang diberi kewenangan untuk mengelola pajak daerah tersebut, haruslah dievaluasi kinerjanya. Apalagi jika kebijakan yang dilakukan oleh Badan Pendaapatan Daerah (Bapenda) kabupaten Langkat justru membuat potensi PAD Kabupaten Langkat mengaup menjadi asap yang sia – sia.
Pajak Galian C, tentunya bukanlah satu - satunya objek pajak yang menjadi potensi besarnya PAD Kabupaten Langkat, namun mengingat dampak lingkungan yang ditimbulkan oleh kegiatan pemanfaatan atau pengambilan bahan mineral bukan logam dan batuan ini, tentu pelaksanaan pemungutan pajak yang dilakukan haruslah diperhitungkan secara matang dan benar sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku, bukan malah hanya berdampak pada kerusakan lingkungan namun tidak berdampak positif pada penyerapan penerimaan Pendapatan asli Daerah Kabupaten Langkat, yang mana nantinya Pemerintah Daerah tidak memiliki kemampuan untuk memperbaiki kerusakan yang ditumbulkan oleh aktivitas galian C itu sendiri.
Pendapat tersebut tidaklah berdiri sendiri, tentunya memiliki dasar. Hal dapat dilihat dari anggaran yang ditetapkan oleh Pemkab Langkat untuk pembagunan infrastruktur tahun 2023 sebesar 119,4 milyar rupian, sementara penerimaan daerah dari sektor pajak MBLB tahun 2022 hanya sebesar 5,7 milyar rupiah. Tentu tidak sebanding dengan kerusakan yang ditimbulkan dengan pendapatan yang diterima untuk memperbaiki atau membangun infrastruktur di Kabupaten Langkat.
Peningkatan PAD yang melebihi 100 % tentu bukanlah menjadi acuan utama sebuah prestasi dalam penerimaan PAD. Sementara disisi yang lain masih dimungkinkan ada ratusan persen potensi PAD yang bersumber dari pajak daerah belum tergali secara maksimal atau dibiarkan menguap oleh Bapenda Kabupaten Langkat yang berpotensi kerugian kas daerah dikarenakan kebocoran dalam pemungutan pajak daerah.
Komentar