Pasal “Penyiaran Berita Bohong dan Keonaran” Indonesia Lebih Kejam dari Penjajah

Anthony Budiawan. /ist

Oleh: Anthony Budiawan - Managing Director PEPS (Political Economy and Policy Studies)

Pemerintahan Jokowi terkesan anti-kritik. Setidak-tidaknya itu yang dipertontonkan para pendukung dan relawannya. Lebih dari itu, kalau perlu para pengkritik dipenjara. Dengan tuduhan menghina presiden atau menyebarkan informasi bohong dan ujaran kebencian.

Masyarakatpun curiga. Apakah pendukung dan relawan tersebut bertindak atas inisiatif sendiri, atau ada yang mengkoordinir? Silakan menduga.

Kalau UU ITE tidak bisa mempidanakan pengkritik, maka akan dicarikan UU lainnya. Pokoknya, harus dipenjara, meskipun harus diada-adakan?

Syahganda Nainggolan dan Jumhur Hidayat dijerat dan dimasukkan penjara dengan menggunakan Pasal 14 dan Pasal 15 UU No 1 Tahun 1946, tentang peraturan hukum pidana.

UU tahun 1946?

Ya, aneh tapi nyata.

UU No 1 Tahun 1946 yang ditetapkan 26 Februari 1946 menegaskan, bahwa UU yang berlaku sejak saat itu adalah UU (atau peraturan-peraturan) hukum pidana Pemerintah Belanda untuk daerah jajahan Hindia Belanda, Indonesia. Dalam bahasa aslinya (bahasa Belanda) UU tersebut bernama "Wetboek van Strafrecht voor Nederlandsch-Indie”.

Pasal 1 berbunyi: “Dengan menyimpang seperlunya dari Peraturan Presiden Republik Indonesia tertanggal 10 Oktober 1945 No. 2, menetapkan, bahwa peraturan-peraturan hukum pidana yang sekarang berlaku, ialah peraturan-peraturan hukum pidana yang ada pada tanggal 8 Maret 1942.”

Pasal 6:
(1) Nama Undang-undang hukum pidana "Wetboek van Strafrecht voor Nederlandsh-Indie" dirobah menjadi "Wetboek van Strafrecht" (WBSR).
(2) Undang-undang tersebut dapat disebut: “Kitab Undang-undang hukum pidana" (KUHP).

UU Belanda dan perubahannya ini (UU No 1 Tahun 1946) seharusnya hanya berlaku untuk sementara waktu saja, seperti dijelaskan di dalam Penjelasan Umum: “ …. sehingga peraturan-peraturan ini, sebelum dapat
diselesaikan peraturan-peraturan hukum pidana nasional, boleh dipakai buat
sementara waktu, sesudah peraturan-peraturan itu dirobah dan ditambah
seperlunya.”

Tetapi, faktanya masih digunakan sampai sekarang, dan semakin sering digunakan untuk mempidanakan pengkritik?

UU No 1 Tahun 1946 hanya berisi 17 pasal tentang perubahan atas UU kolonial tersebut, untuk mengisi kekosongan hukum pidana pasca deklarasi kemerdekaan Indonesia 17/8/1945.

Selanjutnya 1 2

Komentar

Loading...