Ketika Undang-Undang Lahir, Tapi Tali Pusatnya Tercekat

Oleh: Yakub F. Ismail
Desakan agar Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RKUHAP) segera dibahas dan disahkan terus menggema dari berbagai arah.
Hal ini terutama agar Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) baru yang telah ditetapkan segera dapat diimplementasikan.
Sayangnya, hingga saat ini kabar tentang pembahasan RKUHAP di lembaga DPR RI masih simpang siur sehingga berpotensi mengalami stagnasi berkepanjangan.
Diketahui, Indonesia akhirnya memiliki KUHP baru yang telah disahkan melalui Undang-Undang No. 1 Tahun 2023.
KUHP ini mulai berlaku efektif tiga tahun setelah diundangkan, yakni pada 2026. Namun, harapan terhadap kelahiran KUHP baru itu tidak akan lengkap tanpa ditopang oleh keberadaan perangkat hukum acara pidana yang selaras dan mendukungnya.
Di sinilah urgensi pembahasan dan pengesahan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RKUHAP) begitu mendesak.
Dua Sisi Mata Uang
Bagai dua sisi mata yang sama, Hukum pidana materiil (KUHP) tanpa ditunjang hukum pidana formil (KUHAP) tidak akan berjalan sempurna.
Di satu sisi KUHP menetapkan apa yang merupakan tindak pidana dan ancamannya, sementara KUHAP mengatur bagaimana sistem peradilan pidana bekerja dalam menegakkan aturan-aturan yang telah ditetapkan, mulai dari penyelidikan, penuntutan, persidangan, hingga eksekusi putusan.
Tanpa hukum acara pidana yang baru untuk mendukung semangat KUHP baru, pelaksanaan hukum pidana nasional akan menjadi pincang bahkan berpotensi terjadi kekacauan hukum.
Komentar